SELF HEALING - MASA KECIL YANG TIDAK SEMPURNA

GENMUGN.MY.ID - Sejak saya kenal dunia psikologi, saya jadi punya cita-cita untuk melanjutkan kuliah ke jurusan psikolog. Qodarullah, jurusan yang saya minati itu membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Sekarang saya sedang ikhtiar, doakan saya semoga kedepannya saya bisa masuk kuliah jurusan psikolog.

Jadi anak pertama itu tidak mudah. Saya ingat orangtua saya pernah cerita kalau saya sejak kecil tidak seaktif anak lain. Jika ibu saya berkata diam di suatu tempat kepada saya, maka saya akan diam seperti keinginannya selama apapun itu. Juga saat saya punya keinginan, jauh dari kata merengek, apalagi menangis, saya hanya menatap kedua orangtua saya penuh harap, tidak pernah berkata-kata. Ibu saya memuji hal itu, juga kakek nenek, paman bibi dan para tetangga. Tapi itu tidak wajar. Anak-anak harus punya masa di mana dia merengek meminta sesuatu, sulit mendengar saat diperintah dan hal absurd lainnya yang membuat orangtua merasa lelah.


SELF HEALING - MASA KECIL YANG TIDAK SEMPURNA


Satu-satunya yang membuat orangtua saya lelah adalah saya punya kenakalan lain. Emosi saya tidak stabil. Gampang marah dan main tangan terlebih pada teman sebaya. Saya kira hal ini bukan sekedar bualan orangtua saya di tengah pujiannya saat menyebut saya pendiam. 

Hal ini saya ingat betul, bahkan berlangsung sampai saya memasuki masa remaja bahkan setelah bergelut di dunia kerja. Saya kurang tahu cara mengungkapkan apa yang saya rasa melalui ekspresi terhadap orang lain. 

Mood saya naik turun. Kadang saya bisa jadi orang yang paling ramah, kadang bisa jadi orang yang paling gila, kadang bisa jadi orang yang paling humoris, kadang mudah menyinggung. Tidak mudah bagi orang lain menebak mood saya.

SELF HEALING - MASA KECIL YANG TIDAK SEMPURNA

Beberapa orang menyebut saya misterius terutama pada bagian saya sering sendiri di pojokan ruangan saat SMK. Asik dengan gawai dan berbagai fantasi lantas menuangkannya dalam bentuk tulisan. Saya tidak suka menyebutnya misterius, saya lebih suka menyebutnya aneh. Jadi anti sosial, tidak punya percaya diri dan berbagai hal yang membuat saya ingin menjerit sekeras-kerasnya, "Ada apa dengan diri ini?"

Di dunia kerja, hal itu tidak berlangsung lama. Keadaan lingkungan perlahan-lahan 'memunculkan' sifat baru dalam diri saya. Sifat yang lebih dewasa atau mungkin 'pura-pura' dewasa tepatnya. 

Semua sifat bar-bar yang saya miliki diikat sekencang-kencang walau dalam beberapa keadaan saya tetaplah yang dulu. Sifat baru itu lebih sering kita sebut Alter Ego. Kondisi ini berbeda dengan Dissociative Identity Disorder (DID) yang mana penderita tidak sadar bahwa kepribadiannya sudah terpecah belah.

Alter Ego ada dan disadari keberadaannya. Alter Ego yang ini saya beri nama. Saya beri ruang untuk eksistensinya. Saya beri dia kesempatan berkarya dan belajar lebih banyak. Saya beri dia kendali atas diriku sepenuhnya. Saya suruh dia mendidik inner childku yang telah cacat keberadaannya.


SELF HEALING - MASA KECIL YANG TIDAK SEMPURNA


Seperti yang saya katakan sebelumnya, jadi anak pertama itu tidak mudah. Sejatinya bukan barang-barang bagus yang lebih saya inginkan. Sejak kecil saya tidak pernah kekurangan makanan, baju, mainan. Hadir di saat orangtua sedang keras belajar saling menerima. Konflik awal rumah tangga hingga melihat di depan mata kepala kedua orangtua yang aku rekatkan akan berpisah mengakhiri pernikahan mereka. 

Ibu bilang, saat usia saya masih lima atau enam bulan, ayah dan ibu sering bertengkar memperebutkan saya.
Saya masih ingat saat itu saya memeluk erat tas berisi baju-baju milik ibu yang akan dibawa pergi. Sambil menangis tergugu. Ayah hanya diam di salah satu sudut rumah kami yang kecil. Saya benci keadaan itu harus melintas di kehidupanku walau sesaat. Tak kami perdulikan para tetangga yang pura-pura berlalu lalang menguping. Ibu menangis kencang.
"Mau ikut siapa?" Saya benci pertanyaan itu.
Mah, Pak, aku mau pulang ke pangkuan Tuhan saja! Jerit batinku. Satu hal yang tidak seharusnya ada di pikiran anak yang bahkan belum genap berusia delapan tahun. Andai mereka mendengar. Saya mau minta dikembalikan saja ke Pemilikku.
Saya tidak ingat bagaimana detailnya. Setelah hari itu semua keadaan berubah. Suasana rumah tidak lagi sama. Adikku beruntung karena saat itu terjadi dia belum sadar. Saya bahkan lupa dia sudah ada atau belum. Yang saya tahu setelah hari itu, tahun-tahun ke depannya terasa lebih berat. Ayah mulai sakit-sakitan. Saya sering melihat ibu menangis sendiri di dapur, lalu tanpa tahu alasan saya ikut menangis. Ayah melihat itu dan ikut menangis pula. 

Puncaknya saat ayah meninggal.
Semua masalah yang saya alami itu membuat mental saya tidak tumbuh sehat. Saya tidak tumbuh seperti gadis remaja pada umumnya. Saya tertutup, tidak punya rasa percaya diri dan penakut. Saya juga punya gangguan kekawatiran seperti mengecek apakah pintu sudah dikunci berulang kali. Dan karena sejak kecil saya selalu disalahkan orangtua (baik ayah yang sudah tiada atau ibu), saya tumbuh jadi pribadi yang tidak mau salah.

Saat ini saya sedang menjalani terapi untuk diri saya sendiri. Saya menerapkan self healing di rumah. Melalui situs-situs online saya cari apa, kenapa dan bagaimana. Karena bagian yang tidak sempurna itu berada pada inner child, saat ini saya sedang fokus mengurus inner child saya itu. Memenuhi apa keinginannya, membeli apa yang dia mau, memakan apa yang dia ingin. 

Dengan kata lain, saya sedang jadi orang tua untuk diri saya sendiri. Agar inner child itu tumbuh sebagaimana mestinya.
Lantas apa itu Inner Child, inner child merupakan memory masa kecil yang menentukan sikap dan kematangan mental kita ketika dewasa. Inner child yang sehat akan memunculkan mental yang sehat pula juga sebaliknya. 

Mungkinkah Inner Child bermasalah?
Kesalahan pola asuh, kenangan masa lalu yang buruk tentu akan mempengaruhi tindakan kita. Dan jadi tanggung jawab kita juga untuk membetulkannya.

Untuk anda yang punya masalah dengan inner child juga, anda bisa konsultasikan dengan ahli atau mencari referensi di internet.

0 Comments

Posting Komentar

Selamat datang di Genmugn.my.id, silahkan beri komentar Anda di artikel ini, berkomentarlah yang sopan dan sesuai isi artikel